Perusahaan Multinasional

PERUSAHAAN MULTINASIONAL

Perusahaan multinasional yaitu suatu perusahaan yang berbasis di satu negara (negara induk) akan  tetapi pesusahaan itu memiliki kegiatan produksi ataupun pemasaran cabang di negara – negara lain (negara cabang).
Pengalaman pertumbuhan ekonomi pada abad kesembilan belas di Negara-negara maju banyak bersumber dari dari pergerakan modal internasional yang cukup deras pada waktu itu. Mobiltas faktor-faktor produksi yang terjadi antar Negara mencapai titik puncaknya dengan hadirnya perusahaan-perusahaan  multinasional. Mungkin perkembangan yang terpenting dalam hubungan-hubungan ekonomi internasional selama dua dasawarsa terakhir ini adalah lonjakan mengagumkan kekuatan dan pengaruh perusahaan-perusahaan raksasa  multinasional. Merekalah penyalur utama aneka factor produksi, mulai dari modal, tenaga kerja dan teknologi produksi, semuanya dalam skala besar-besaran, dari satu Negara ke Negara lainnya.
Dalam operasinya ke berbagai Negara-negara dunia ketiga, mereka menjalankan berbagai macam operasi bisnis yang inovatif dan kompleks sehingga tidak bias lagi kita pahami hanya dengan perangkat teori-teori perdagangan yang sederhana, apalagi mengenai distribusi keuntungannya. Perusahaan-perusahaan raksasa, seperti IBM, Ford, Exxon, Philips, Hitachi, British Petroleum, Renault, Volkswagen, dan Coca-Cola, telah sedemikan rupa mendunia dalam operasinya sehingga kalkulasi atas distribusi keuntungan-keuntungan yang dihasilkan oleh produksi internasional itu kepada penduduk setempat dan pihak asing menjadi semakin sulit dilakukan
Arus sumber-sumber keuangan internasional dapat terwujud dalam dua bentuk. Yang pertama adalah penanaman modal asing yang dilakukan oleh pihak swasta (private foreign investment) dan investasi portofolio, terutama berupa penanaman modal asing “langsung” (PMI). Penanaman modal seperti ini juga dapat disebut Foreign Direct Investment (FDI). FDI (Foreign Direct Investment) atau investasi langsung luar negeri adalah salah satu ciri penting dari sistem ekonomi yang kian mengglobal. Ia bermula saat sebuah perusahaan dari satu negara menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di negara lain. Dengan cara ini perusahaan yang ada di negara asal (biasa disebut ‘home country‘) bisa mengendalikan perusahaan yang ada di negara tujuan investasi (biasa disebut ‘host country‘) baik sebagian atau seluruhnya. Caranya dengan si penanam modal membeli perusahaan di luar negeri yang sudah ada atau menyediakan modal untuk membangun perusahaan baru di sana atau membeli sahamnya sekurangnya 10%.
Biasanya, FDI terkait dengan investasi aset-aset produktif, misalnya pembelian atau konstruksi sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan atau bangunan; atau konstruksi peralatan atau bangunan yang baru yang dilakukan oleh perusahaan asing. Penanaman kembali modal (reinvestment) dari pendapatan perusahaan dan penyediaan pinjaman jangka pendek dan panjang antara perusahaan induk dan perusahaan anak atau afiliasinya juga dikategorikan sebagai investasi langsung. Kini mulai muncul corak-corak baru dalam FDI seperti pemberian lisensi atas penggunaan teknologi tinggi. Sebagian besar FDI ini merupakan kepemilikan penuh atau hampir penuh dari sebuah perusahaan. Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki bersama (joint ventures) dan aliansi strategis dengan perusahaan-perusahaan lokal. Joint ventures yang melibatkan tiga pihak atau lebih biasanya disebut sindikasi (atau ‘syndicates‘) dan biasanya dibentuk untuk proyek tertentu seperti konstruksi skala luas atau proyek pekerjaan umum yang melibatkan dan membutuhkan berbagai jenis keahlian dan sumberdaya.
Multinational Corporations atau MNC adalah perusahaan yang beroperasi di dua atau lebih negara. MNC menjadi fenomena yang dominan dalam hubungan internasional saat ini terkait dengan adanya globalisasi perdagangan dan perkembangan perekonomian dunia. Dalam hal perkembangan perekonomian domestik suatu negara, MNC memiliki pengaruh yang signifikan sebab keberadaan MNC pada suatu negara menjadi salah satu penyumbang pajak tertinggi bagi pendapatan suatu negara sekaligus bagi perkembangan ekonominya. MNC adalah bentuk korporasi baru yang tidak dapat di hindari sebagai sebuah konsekuensi logis dari adanya globalisasi itu sendiri. MNC merupakan wujud dari perdagangan modern dimana profit merupakan orientasi utama dari keberadaan setiap MNC di suatu negara.

Ciri – ciri perusahaan multinasional antara lain :
1. Lingkup kegiatan income generating (perolehan pendapatan) perusahaan multinasional melampau batas- batas Negara.
2. Perdagangan dalam perusahaan multinasional kebanyakan terjadi di dalam lingkup perusahaan itu sendiri, walaupun antarnegara.
3. Control terhadap pemakaian teknologi dan modal sangat diutamakan mengingat kedua factor tersebut merupakan keuntungan kompetitif perusahaan multinasional.
4. Pengembangan system managemen dan distribusi yang melintasi batas-batas Negara, terutama system modal ventura, lisensi dan franchise.

Karakter Perusahaan Multinasional

Perusahaan multinasional biasanya memiliki ciri – ciri :
  1.  Membentuk cabang – cabang di luar negeri.
  2. Visi dan strategi yang digunakan untuk memproduksi suatu barang bersifat global (mendunia), jadi perusaan tersebut membuat atau menghasilkan barang yang dapat digunakan di semua negara.
  3.   Lebih cenderung memilih kegiatan bisnis tertentu, umumnya manufaktur.
  4. Menempatkan cabang pada negara – negara maju.
          Kehadiran anak perusahaan bagi negara cabang banyak memberikan keuntungan untuk negara tersebut diantaranya pemberian pajak untuk perusahaan tersebut yang cukup besar. Tidak hanya itu, dengan adanya suatu anak perusahaan dinegara lain, berarti sedikit membantu membuka peluang kerja bagi penduduk yang belum kerja dinegara tersebut.

Bekerja di Perusahaan Multinasional
Terbukanya perusahaan multinasional disambut baik dengan penduduk negara tersebut, karena perusahaan muktinasional memiliki banayak keuntungan di bandingkan dengan perusahaan lainnya, di antaranya sebagai berikut :
  1. Jaringan kerja yang luas
          Perusahaan multinasional mempunyai jaringan pekerjaan yang luas, perusahaan tersebut tidak hanya berkembang pada satu negara saja, akan tetapi banyak. Oleh sebab itu, peluang untuk ke luar negeri besar untuk pelatihan ataupun penambahan pekerja dinegara lainnya.

    2.       Pendapatan yang lebih tinggi

          Hal ini yang membuat banyak orang memilih perusahaan multinasional, karena perusahaan multinasional menawarkan gaji yang lebih tinggi di bandingkan dengan perusahaan lainnya. Tidak hanya gaji, perusahaan ini pun memiliki fasilitas yang lebih di bandingkan dengan perusahaan swasta ataupun nasional lainnya. 


    3.       Deskiripsi pekerjaan lebih jelas

          Dekskripsi pekerjaan yang diberikan perusahaan multinasioanal lebih jelas atau tidak tumpang tindih sehingga kita merasa nyaman dalam pekerjaan kita.

D. Dampak perusahaan multinasional

1.      Dampak Positif
Dampak positif pertama yang paling sering disebut-sebut sebagai sumbangan positif penanaman modal asing ini adalah, peranannya dalam mengisi kekosongan atau kekurangan sumber daya antara tingkat investasi yang ditargetkan dengan jumlah actual “tabungan domestik” yang dapat dimobilisasikan.
Dampak positif kedua adalah, dengan memungut pajak atas keuntungan perusahaan multinasional dan ikut serta secara financial dalam kegiatan-kegiatan mereka di dalam negeri, pemerintah Negara-negara berkembang berharap bahwa mereka akan dapat turut memobilisasikan sumber-sumber financial dalam rangka membiayai proyek-proyek pembangunan secara lebih baik.
Dampak positif ketiga adalah, perusahaan multinasional tersebut tidak hanya akan menyediakan sumber-sumber financial dan pabrik-pabrik baru saja kepada Negara-negara miskin yang bertindak sebagai tuan rumah, akan tetapi mereka juga menyediakan suatu “paket” sumber daya yang dibutuhkan bagi proses pembangunan secara keseluruhan, termasuk juga pengalaman dan kecakapan manajerial, kemampuan kewirausahaan, yang pada akhirnya nanti dapat dimanifestasikan dan diajarkan kepada pengusaha-pengusaha domestic
Dampak positif keempat adalah, perusahaan multinasional juga berguna untuk mendidik para manajer local agar mengetahui strategi dalam rangka membuat relasi dengan bank-bank luar negeri, mencari alternative pasokan sumber daya, serta memperluas jaringan-jaringan pemasaran sampai ke tingkat internasional.
Dampak positif kelima adalah, perusahaan multinasional akan membawa pengetahuan dan teknologi yang tentu saja dinilai sangat maju dan maju oleh Negara berkembang mengenai proses produksi sekaligus memperkenalkan mesin-mesin dan peralatan modern kepada Negara-negara dunia ketiga. 
2.      Dampak Negatif
Alasan utama banyaknya negara berhati-hati sebelum mengizinkan operasi suatu perusahaan multinasional di negaranya adalah dampak-dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya. Salvatore paling tidak menyebutkan  6 dampak ini di dalam bukunya,
Terhadap negara asal
  1. Hilangnya sejumlah lapangan kerja domestik. Ini karena perusahaan multinasional mengalihkan sebagian modal dan aktivitas bisnisnya ke luar negeri.
  2. Ekspor teknologi, yang oleh sebagian pengamat, secara perlahan-lahan akan melunturkan prioritas teknologi negara asal dan pada akhirnya mengancam perekonomian negara bersangkutan.
  3. Kecenderungan praktik pengalihan harga sehingga mengurangi pemasukan perpajakan
  4. Mempengaruhi kebijakan moneter domestik.
Terhadap negara tuan rumah:
  1. Keengganan cabang perusahaan multinasional untuk mengekspor suatu produk karena negara tersebut bukan mitra dagang negara asalanya.
  2. Mempengaruhi kebijakan moneter negara yang bersangkutan.
  3. Budaya konsumsi yang dibawa perusahaan tersebut bisa mengubah budaya konsumsi konsumen local dan pada akhirnya mematikan unit-unit usaha tradisional.
Penanggulangan Dampak negatif Perusahaan Multinasional
Perusahaan multinasional, seperti halnya perusahaan komersial lainnya akan tetap dan selalu bersifat  profit oriented. Disini akan timbul suatu masalah dalam kaitannya dengan penanggulangan dampak negative perusahaan multinasional. Program-program penanggulangan dampak negative, bisa dicontohkan asuransi kesehatan pegawai, pajak lingkungan hidup (di luar negeri), jamsostek, reservasi lingkungan, akan dianggap sebagai suatu inefisiensi karena sifat profit orientednya tadi, dimana perusahaan berusaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya sebagai bentuk pertanggungjawabannya terhadap shareholder. Sehingga tidak akan tercapai titik temu antara tujuan perusahaan dengan tujuan masyarakat. Disinilah pemerintah mengambil peranannya. Namun, tidak selamanya hal ini bisa dilakukan oleh pemerintah apalagi pemerintah yang korup. Demi peningkatan usaha penanggulangan dampak negatif MNC, harus dicari akar masalah dari hambatan atas penanggulangan ini. Ekonom dan peraih nobel, Joseph E stiglitz dalam bukunya Making Globalization Works (2006) mengemukan 4 dilema yang dialami perusahaan sehingga mereka sebenarnya tidak mau melakukan usaha penanggulangan dampak negatif atas aktivitas yang mereka lakukan.
  1. Sifatnya yang profit oriented, sebagaimana penjelasannya di atas.
  2. Kompetisi. Ini mengakibatkan perusahaan harus melakukan operasi seefisien mungkin dengan cara menghasilkan untung yang sebesar-besarnya dan menekan biaya dalam waktu singkat agar dapat tetap survive. Dalam kondisi seperti ini, tentu perusahaan akan menghindari segala biaya yang tidak esensial bagi operasi seperti, misalkan biaya pembangunan rumah sakit bagi warga sekitar.
  3. Kekuatan ekonomi dan politik, mengingat kekuatan peusahaan multinasional yang luar biasa secara ekonomi dan politik, perusahaan semacam ini bisa saja “membeli” negara-negara yang memang sedang membutuhkan modal dari mereka. Contohnya Freeport di Papua dan Exxon di Aceh. Dilema akan terjadi karena semakin perusahaan ini berperan dalam pembangunan sosial ekonomi semakin pembangunan ditentukan oleh praktik-praktik untuk memenuhi interest dari perusahaan tersebut. Misalnya Freeport memang membangun rumah-rumah sakit,jalan sekolah, tetapi warga sekitar tetap mengeluh. Mereka mengeluh karena kenyataannya fasilitas-fasilitas tersebut untuk melayani kepentingan pegawai dan staf perusahaan saja.
  4. Kolusi perusahaan-pemerintah. Perusahaan bisa melakukan lobi-lobi kepada para birokrat, baik daerah maupun pusat untuk membuat undang-undang yang memenuhi interest dan kebutuhan mereka. Tidak jarang biaya untuk melakukan lobi-lobi ini melebihi biaya investasi lainnya. Perusahaan perminyakan seringkali mengurangi biaya kompensasi dan konservasi alam dengan cara menyuap pejabat publik. Lagipula kebijakan tersebut adalah banyak dipengaruhi  pejabat publik dan perusahaan saja, tetapi minim partisipasi masyarakat sehingga tidak jarang mengabaikan hak-hak publik. Contoh yang bagus adalah kasus Freeport di Indonesia, “Dalam 20 tahun berikutnya, proses pemakaian tanah yang tidak transparan—dan pemindahan paksa komunitas lokal—berlanjut pada 1995, anggota-anggota masyarakat memahami untuk pertama kalinya bahwa, menurut sumber-sumber pemerintah, mereka telah menyerahkan tanah-tanah ulayat di wilayah Timika (hampir 1 juta hektar) kepada pemerintah untuk penempatan transmigrasi, termasuk kota Timika dan lokasi Freeport yang baru, Kuala Kencana.” (Aderito de Jesus Soares, jurnal LIBERTASAUN V/2005)
Dari akar masalah di atas paling tidak bisa dirumuskan 3 pendekatan dalam menanggulangi masalah di  atas sebagai  berikut:
  1. Pendekatan hukum. Dilema perusahaan akan profit oriented dapat dicegah melalui legislasi, dimana peraturan perundang-undangan yang mengikat semua pihak akan menempatkan perusahaan pada standar yang sama. Perusahaan yang berbisnis dengan standar tinggi pasti akan menyambut baik hal ini. Perusahaan yang berbisnis dengan standar tinggi, dalam menjalankan praktiknya akan memperhatikan etika berbisnis (code of conduct). Peraturan dan legislasi akan melindungi perusahaan  tersebut terhadap kompetisi yang tidak fair dari perusahaan yang tidak memenuhi standar yang sama. Pentingnya peraturan dan hukum ini, seperti dikatakan oleh stiglitz, “tanpa tekanan peraturan pemerintah dan masyarakat, korporasi enggan melindungi dampak lingkungan secara memadai. Sejatinya mereka memiliki motivasi untuk merusak lingkungan hidup jika hal tersebut dapat menyelamatkan uang mereka”
  2. Pendekatan sosial dan etika. Pendekatan lainnya untuk menjamin pertanggungjawaban publik perusahaan multinasional ialah melalui berbagai macam tekanan  sosial dan etik masyarakat. Paling tidak ada 4 kelompok yang dapat mengadakan presure antara lain, konsumen, investor, pekerja dan LSM. Menurut Wegner-Tsukamoto, kelompok ini dapat menciptakan apa yang disebut “ethical capital” yang artinya nilai yang merasuki empat kelompok tadi untuk melakukan gerakan moral secara aktif. Contoh nyatanya adalah boikot yang dilakukan Gandhi, tentu saja diikuti pengikutnya, atas perusahaan kapas kolonialis Inggris di India, kemudian boikot partai solidaritas buruh di Glasgow atas perusahaan galangan kapal. Kemudian, contoh dari LSM yang memberikan tekanan adalah yang sering didengar tentang kampanye “blood diamond” di Sierra atau “Dirty Oil” di Nigeria yang cukup efektif menarik perhatian dunia sehingga perusahaan multinasional yang bersangkutan tidak bisa seenaknya sendiri. Kasus di Indonesia yang terkenal adalah kasus Freeport di mana LSM bentukan masyarakat/ suku lokal bernama LEMASA  (Lembaga Masyaraka Adat Komoro) mengajukan gugatannya di pengadilan New Orleans, kota dimana  kantor pusat Freeport berada.
  3. Rahmad Paul,  master pada Conflict Transformation di Center for Justice and Peacebuilding Eastern Mennonite University, US menyarankan pendekatan melalui transformasi konflik. Konflik itu seperti pedang bermata dua, di satu sisi bisa menghambat tetapi jika dikelola dengan baik dapat menjadikannya sesuatu yang konstruktif. Kalau dinamika konflik dikelola secara tepat akan berdampak pada perubahan sosial yang transformative dan significant bagi kepentingan rakyat banyak. Negosiasi dan mediasi konflik merupakan cara pendekatan yang berprinsip pada nonkekerasan dan dialog untuk mengakomodasi kepentingan semua pihak yang bertikai. Para pihak yang berkonflikperlu duduk bersama dan setara di meja perundingan negosiasi guna mencari titik temu dan menjembatani perbedaan persepsi dan kepentingan dan secara bersama-sama membangun consensus yang membangun dan mengakomodasi semua pihak.
Adapun Nopirin,  Ph.D dalam bukunya ekonomi internasional jilid 3 mengungkapkan setidaknya  ada 5 cara dalam hal pengaturan  perusahaan multinasional demi penghindaran efek buruk yang mungkin terjadi:


  1. Pengaturan tentang masuknya MNC. Pengaturan meliputi penilaian tentang kemungkinan efek suatu perusahaan multinasional di masa yang akan datang terhadap politik dan ekonomi negara yang bersangkutan. Jika penilaian ini menunjukkan kemungkinan yang sangat buruk atau dengan kata lain kerugiannya lebih besar daripada keuntungannya, maka perusahaan multinasional tersebut ditolak kehadirannya.
  2. Penentuan sektor-sektor tertentu yang sudah tertutup untuk investasi asing  atau penentuan pemilikan, sehingga memberi peluang pada wiraswasta local untuk ikut melakukan kegiatan atau mengambil keputusan.
  3. Negara penerima dapat mengatur kegiatan perusahaan multinasional dengan cara membatasi bahan yang diimpor, penentuan harga produk, pengaturan tentang kredit, pemilikan serta pengaturan tentang efeknya terhadap lingkungan.
  4. Negara penerima melakukan pengaturan tentang keuntungan yang boleh dikirimkan kembali ke negara induk.
  5. Negara penerima dapat melakukan nasionalisasi perusahaan multinasional. Biasanya ini adalah tindakan terakhir yang dilakukan suatu negara dan harus dipertimbangkan secara hati-hati karena hal ini dapat melenyapkan minat investor untuk berinvestasi di masa-masa yang akan datang.

Komentar

Postingan Populer